Sunday, December 30, 2012

Mimpi... dan Aku


DALAM hidup ini, manusia hanya bisa bermimpi untuk menjadi atau mengecapi segala-gala yang diingini. Ada di kalangan kita yang berhasil mencapai mimpi-mimpi itu, maksud aku, menjadikan ianya nyata. Realis. Tidak tinggal bertamu di alam rasian semata-mata. Ada orang bermimpi di kala lena, dan ada yang bermimpi di sepanjang jaga (juga lena). Mimpi ini tidak habis. Tidak sekadar angan-angan Si Jenin. Ini mimpi yang menjadi impian. Cita-cita dan harapan.

Sang pemimpi.

Aku sebenarnya percaya, kita semua adalah sang pemimpi. Apa yang beda hanyalah, bagaimana dan ke mana mimpi itu membawa kita. Seumur hidup, aku cuma ingin menjadi seorang penulis yang mengembara melihat dunia. Selepas 26 tahun 2 bulan, di mana aku? Masih di tempat yang sama (Kuala Lumpur - Terengganu) dan belum lagi layak dipanggil penulis. Tak mengapa. Aku tak pernah memadamkan mimpi-mimpiku. Masih belum diannya kututupkan nyala sumbunya. Masih membara dan membakar seluruh ruang rasaku.

Aku.

Aku mengerti andai kebanyakkan orang-orang di sekelilingku memandang aku sebagai seorang pemimpi yang masih belum ketemu jalan keluar dari alam khayali. Tak mengapa. Apa yang ada di dalam jiwaku masih belum terusik. Tidak terluka malah sedikit pun tidak terguris jejas mimpiku. Ada kala, suatu hal yang kecil saja telah bisa membuatkan kita berasa kuat. 

Aku baru habis menelaah dan kemudiannya habis menonton sebuah filem Indo yang hebat. Sang Pemimpi judulnya. Lanjutan dari Laskar Pelangi hasil karya saudara Andrea Hirata. Dua lagi lanjutan bukunya iaitu, Edensor dan Maryamah Karpov sedang melambai panggil aku untuk menghadam mereka. Sabar, duhai harta-hartaku. Akan kubelai kalian satu-persatu. Aku terkesan dengan watak Arai (yang diperankan oleh Rendy Ahmad (remaja) dan Nazril Irham (dewasa) dalam filem). Katanya:

"Ayahku dulu sebelum meninggal pernah berkata, bermimpilah... dan Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu. Tanpa mimpi, orang-orang seperti kita ini (miskin) akan mati!"

Aku juga terkesan benar dengan kata-kata watak Pak Guru, iaitu Pak Julian, yang mengajar seni dan sastera kepada anak-anak pelajarnya (yang digelar Sang Pelopor sepanjang waktu kuliah). Katanya:

"Ia bukan mengenai betapa besar mimpimu-mimpimu. Tetapi betapa besar jiwamu untuk bermimpi."

Sungguh. Sekiranya mimpi-mimpiku akan tetap kekal di alam rasian, tak mengapa. Sungguh tak mengapa. Bukan kerana aku tidak punya keberanian untuk menjadikan mimpi-mimpiku nyata dan bermakna. Tetapi aku yakin, jiwaku cukup besar untuk bermimpi. Dan melalui buku-buku iaitu hartaku, aku akan berhasil mengembara ke seluruh dunia.

Dan suatu masa nanti, sebelum aku menutup mata... aku akan menulis. Menulis tentang hidup. Menulis tentang mimpi.

Akan.

(Gambar-gambar adalah ehsan Google)

Waktuku kecil ku bermimpi
Bermain di bawah langit yang biru
Dengan cinta dan tawa

Hati kecilku pun melihat
Dunia tidak seindah di mata
Dan akupun berkata

Saatnya memberikan yang terbaik
Untuk hidup yang lebih baik

Jadilah engkau pahlawan cinta
Yang mewujudkan cinta di dunia
Jadilah engkau pahlawan mimpi
Yang mewujudkan mimpi yang tertunda

Tuliskan kisah cinta di hati
Agar kau tidak gampang menyerah
Jangan gampang menyerah

Walaupun rasanya surga terasa jauh

Saatnya memberikan yang terbaik
Untuk hidup yang lebih baik
(Nidji - Pahlawan Mimpi)

No comments:

Post a Comment